Sepenggal Keberadaan Dewan Pers & Kompetensi Jurnalis

Sepenggal Keberadaan Dewan Pers & Kompetensi Jurnalis

Sepenggal Keberadaan Dewan Pers & Kompetensi Jurnalis

Penulis : Romzy Hermansyah.R.SP (Roy)

Saiwawai.id,Lampung – Jurnalis adalah profesi, setiap profesi sudah tentu ada peningkatan dan tuntutan dalam karir profesinya. Salah satu tuntutannya adalah jurnalis di tuntuy untuk lebih cerdas, memahami UU Pokok Pers dan juga KEJ yang ada, dituntut juga keprofesionalan dan kredibilitas profesi jurnalis itu sendiri. Jai, bukan sekedar celoteh “Jurnalis Dilindungi UU Pokok Pers” dan jangan sekedar membuka kitab UU Pers dengan penafsiran atau kajian individu, yang berujung salah pemahaman, sebab setiap butiran dalam sebuat aturan tertulis cukup jelas.

Kalau bahasa dasar hukum, “Hukum adalah Peraturan yang dibuat untuk di taati, jika peraturan itu dilanggar, maka akan mendapatkan sanksi”.

Pofesi jurnalis, tentu mengacu pada UU Pokok Pers dan KEJ. Namun, seperti apa dan bagaimana maksud kebebasan pers dan jurnalis yang dilindungi UU Pers itu,? Ini yang kebanyakan dari kita, belum begitu paham, yang tentunya melihat situasi perkembangan zaman dunia profesi jurnalis, yang sudah pasti ada regulasi aturan yang mengikatnya tetap pada aturan melekat.

Fokus pada Dewan Pers, dasar dibentuknya Dewan Pers, Fungsinya dan bagaimana perjalannya. Saat ini menjadi sorotan, sejak di kumandangkannya Standar Kompetensi Jurnalis/wartawan dan konstituen organisasi kejurnalistikan. Inilah pokok awal munculnya problema pemahaman didalam dunia kejurnalistikan dan keorganisasian terkait.

Dari Standar Kompetensi Jurnalis/wartawan saja, kebanyakan dari kita menganggap “momok”. Begitu juga dengan organisasi kejurnalistikan/kewartawanan.

“Hal yang dimaksudkan secara singkat kita ulas dari masa pergantian kekuasaan dari Orde Baru ke Orde Reformasi. Kenapa,? Karena kebanyakan kita, sudah tahu UU Pokok Pers No.40/1999, yang kerap di koarkan, kita dilindungi UU Pers. Jadi kita buka kulitnya,!!

Melalui UU No. 40 Tahun 1999 Tentang Pers yang diundangkan 23 September 1999 dan ditandatangani Presiden BJ Habibie, Dewan Pers berubah menjadi Dewan Pers yang Independen.

Dari ini sudah jelas, Dewan Pers berdiri atas amanat UU Pokok Pers itu sendiri, tepatnya di Pasal 15 ayat (1) UU Pers menyatakan “Dalam upaya mengembangkan kemerdekaan pers dan meningkatkan kehidupan pers nasional, dibentuk Dewan Pers yang independen”.

“Jika masih ada yang mengatakan, Dewan Pers itu keberadaanya atas dasar apa, dimana, jelas rujukannya. Jika dibilang juga, apa peran fungsinya, bahwa Dewan Pers tidak lagi menjadi penasehat pemerintah, tapi melindungi kemerdekaan pers. Penjelasan fungsi ini, mengait pada masa perubahan kekuasaan orde baru – orde reformasi, sejak diundangkannya UU Pokok Pers tahun 1999, dan bertepatan juga dengan dibubarkannya Departemen Penerangan saat itu, maka hubungan struktural antara dewan pers dengan pemerintah diputus”.

Dan sampai saat ini juga, Pengangkatan keanggotaan Dewan Pers masih melalui keputusan presiden, namun tidak ada lagi campur tangan pemerintah terhadap institusi maupun keanggotaan Dewan Pers yang Independent. Dalam Jabatan Ketua dan Wakil Ketua Dewan Pers, tidak lagi dicantumkan dalam Keputusan Presiden, namun diputuskan oleh seluruh anggota Dewan Pers dalam Rapat Pleno.

Ini diatur juga dalam UU Pokok Pers Pasal 15 ayat 3 menyebutkan Anggota Dewan Pers yang independen, dipilih secara demokratis setiap tiga tahun sekali, yang terdiri dari Wartawan yang dipilih oleh organisasi wartawan, Pimpinan perusahaan pers yang dipilih oleh organisasi perusahaan pers, dan Tokoh masyarakat, ahli di bidang pers dan atau komunikasi, dan bidang lainnya yang dipilih oleh organisasi wartawan dan organisasi perusahaan pers.

Peranan Dewan Pers sendiri memiliki Mitra yakni menempatkan organisasi jurnalis sebagai mitra dalam penegakan kode etik, sebagaimana peranan organisasi jurnalis itulah yang dapat memberikan sanksi kepada jurnalis yang melanggar kode etik, begitu juga dengan perusahaan pers yang di naungi. Dari ini, organisasi jurnalis dapat menindaklanjuti penilaian dan rekomendasi Dewan Pers terhadap pemberitaan yang melanggar etika. Jika, yang melanggar tersebut anggotanya. Hal ini jelas di sebutkan dalam penutup Kode Etik Jurnalistik, disebutkan “Sanksi atas pelanggaran Kode Etik Jurnalistik dilakukan oleh organisasi jurnalis”. Artinya, organisasi jurnalis diharapkan aktif memberi sanksi kepada anggotanya yang melanggar etika.

Lebih lanjut, UU Pokok Pers memayungi kebebasan pers, juga menyertakan kebebasan jurnalis untuk memilih organisasi jurnalis. Keberadaan organisasi jurnalis diperlukan untuk turut mendorong profesionalisme pers dan menjaga kebebasan pers. Organisasi jurnalis menjadi mitra Dewan Pers dalan mengawasi pelaksanaan etika pers.

Dewan Pers juga memfasilitasi pengembangan organisasi jurnalis. Sedemikian banyak organisasi jurnalis tumbuh, disusunlah Standat Organisasi Jurnalis yang mencantumkan berbagai syarat mendasar untuk mendirikan dan mengelola organisasi jurnalis, yang fungsinya juga diantaranya menjaga kebebasan pers, meningkatkan profesionalisme dan kesejahteraan jurnalis. Tentunya juga mengacu pada UU Pokok Pers dan KEJ.

“Bagaimana mungkij bisa di bela dan dilindungi, ketika oknum jurnalis itu melanggar etika pers yang tentunya unsur pidana jelas. Yang di bela itu, salah satunya ketika jurnalis itu mengalami kekerasan dan sebagainya dalam menjalankan tugas, ini dapat dibela bersama dan oleh organisasi jurnalis”.

“Kalau bicara, jurnalis itu bebas memilih organisasi jurnalis” Betul, itu di sebutkan dalam Pasal 7, tetapi pahami juga, organisasi yang seperti apa dan bagaimana? Kan sudah jelas rujukan dan aturannya! Kita pahami dalam penutup Kode Etik Jurnalitik yang menyebutkan Sanksi atas pelanggaran jurnalistik dilakukan oleh organisasi jurnalis. Guna menjaga kode etik ini dan menjadi mitra Dewan Pers, maka adanya standar organisasi jurnalis, yang dibuat dengan tujuan perlu dikembangkan organisasi jurnalis yang memiliki integritas dan kredibilitas serta anggota yang profesional. Coba buka aturan mengenai Standar Organisasi Jurnalis yang di keluarkan berdasarkan hasil keputusan bersama dan di keluarkan Dewan Pers Nomor : 04/SK-DP/111/2006, disitu sudah jelas”.

“Organissi jurnalis juga memiliki mandat untuk mendukung serta memelihara dan menjaga kemerdekaan pers. Organisasj jurnalis haruslah memiliki integritas dan kredibilitas yang bertujuan untuk mengembangkan kemerdekaan pers yang profesional. Inilah tanggungjawab bersama, dan menjadi sebuah rujukan pasti dalam menjaga kemerdekaan pers dan menjunjung tinggi norma dan kaedah UU Pers serta KEJ-nya, maka di lakukan dan diadakannya Standar Kompetensi Jurnalis/wartawan sebagau alat ukut profesionalitas jurnalis, yang di tetapkan pada Februari 2010 silam.

“Saya rasa ini cukup jelas, tinggal bagaimana pemahaman, jadi bukan sebatas bicara soal kebebasan pers dimana, Pers Dilindungi UU, tapi pemaknaan dan pemahaman dalam menjaga nama profesi jurnalis yang kredibilitas dan profesionalitas lebih di tekankan apa dan mengapa harus”.

Sebenarnya ini awalnya, padahal Standar Kompetensi Wartawan itu disusun demi kelancaran tugas dan fungsi Dewan Pers dan untuk memenuhi permintaan perushaaan pers, organisasi jurnalis dan masyarakat pers. Dan untuk melindungi kepentingan publik, hak pribadi masyarakat serta menjaga kehormatan profesi kejurnalistikan, bukan untuk membatasi hak asasi warga negara menjadi jurnalis/wartawan.

Sebab, kompetensi jurnalis itu berkaitan dengan kemampuan intelektual dan pengetahuan umum. Inilah mengapa “jurnalis itu di tuntut untuk lebih cerdas, sebab salah satu profesi, yang melekat pemahaman tentang pentingnya kemerdekaan berkomunikasi, berbangsa dan bernegara yang demokratis.

“Inilah sebenarnya ruang lingkup kompetensi wartawan yang juga meliputi kemampuan memahami etika dan hukum pers, bukan sebatas konspsi berita saja. Apalagi saat ini era media digital/online, tentunya jurnalis juga di tuntut menambah kompetensi jurnslis online yang bahasa kerennya Online Journalim Skills yang didalamnya ada kualifikasi jurnalis modern, adaptable dan multimedia serta keahlian jurnalis media online yang memiliki basic dasar mumpuni keterampilan inti dari jurnalis media online kedepan, kerennya Core Skills For The Future Of Journalism”. (*)

Penulis.
Ketum Asosiasi Jurnalis Online Lampung

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.